Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab ra sedang duduk dengan para sahabat diantaranya ada Imam Ali bin Abi Thalib.
Tiba tiba seorang laki-laki yang tak dikenal datang kepada beliau, parasnya enak dipandang, bersih dan berwibawa. Sambil duduk ia tak henti-hentinya bertasbih dan berdoa.
Melihat tindak tanduk orang tadi Khalifah Umar menjadi penasaran untuk menyapanya, : “Apa kabarmu di pagi hari ini?”.
Orang itupun menjawab, : “Alhamdulillah pagi ini aku menyukai fitnah, membenci kebenaran (hak), shalat tanpa wudhu' dan saya memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah di langit”
Wajah khalifah Umar berobah mendengar uraian tamu tadi. Beliau marah bukan kepalang, lalu bangun dari tempat duduknya dan segera memegangnya dengan keras. Imam Ali yang berada di majlis itu tersenyum melihat kelakuan khalifah Umar ra. Beliau pun berkata kepadanya, :
“Ya Amirul Muminin sabar dulu, apa yang telah dikatakan orang ini sesungguhnya benar”.
Medengar uraian Imam Ali beliau pun merasa tidak enak karena telah meperlakukan tamu tadi secara kasar. Lalu beliau memandang wajah Imam Ali seraya berkata dengan suara yang agak lunak, :
“Dapatkan kau terangkan kepadaku kebenarnya?”
Imam Ali ra bangun dari tempat dukuknya, lalu berkata, :
“Pertama, ia menyukai fitnah berarti ia menyukai harta benda dan anak, bukankah Allah berfirman dalam ayat Nya surat al Anfal ayat 28 “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah fitnah?”.
Kedua, ia membenci kebenaran atau hak. artinya ia membeci kematian. Allah berfirman dalam surat qaf 19 “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar benarnya (hak). Itulah yang kamu selalu lari daripadanya”.
Ketiga, ia Shalat tanpa wudhu, yaitu Shalat kepada Rasulallah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, Orang yang bershalawat kepada Rasulallah tidak wajib harus berwudhu.
Adapun yang keempat, ia memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah di langit. Maksudnya ia memiliki di dunia anak dan istri yang tidak dimiliki Allah karena Allah adalah Maha Esa, tidak beristri, tidak beranak, dan tidak diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Khalifah Umar ra menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar uraian Imam Ali KW. Lalu berkata, :
“Seburuk buruknya majlis adalah majlis yang tidak ada abu Al-Hasan (Imam Ali KW.)
Dari dua kisah di atas jelas sekali kita bisa mengambi suatu bukti bahwa Imam Ali KW. memiliki gudang ilmu yang tidak dimiliki para sahabat lainya.
“Aku kota ilmu dan Ali pintunya”. Itulah sabda Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang dicetuskan beliau kepada para sahabat. Alasanya, ketika beliau menerima wahyu, Sayyidina Ali KW. adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tesebut setelah istri beliau, Khadijah ra.
Pada waktu itu Ali KW. masih berusia sekitar 10 tahun. Pada usia remaja setelah wahyu turun, Imam Ali KW. banyak belajar langsung dari Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Wasallam karena sebagai misanan dan sekali gus merangkap sebagai anak asuh, beliau selalu mendapat kesempatan dekat dengan Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Hal ini berlanjut sampai belau menjadi menantu Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Jadi banyak pelajaran pelajaran tertentu yang diajarkan Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada beliau yang tidak diajari kepada sahabat sahabat yang lain.
☀ Didikan langsung dari Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Sallam kepada imam Ali KW. dalam semua ilmu agama baik secara zhahir (syariah) atau secara bathin (tasawuf), banyak menggembleng beliau menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Salah satu dari kecerdasan, keberanian dan kebijaksanaan beliau kita bisa lihat dari kisah kisah di atas tadi.
Wallahu a'lam bish-shawab