Oleh: Hisyam Hidayat (Pengasuh Ponpes BIMA Nganjuk, Konselor)
Mereka yang hidupnya diisi dengan dzikir dan doa di setiap keadaan,
maka Allah tidak membiarkannya dalam kesusahan, kehinaan dan kehancuran. Allah
SWT akan senantiasa memberikan pertolongan kepada mereka.
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan
sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung" (Terj.
QS.Al-anfal;45)
Terkait ayat ini, Imam As-sinqithy dalam Adwaa’ul Bayan menegaskan:
“Allah SWT memerintahkan
orang-orang Mukmin di dalam ayat ini agar teguh hati saat bertemu musuh dan
banyak mengingat Allah sebagai petunjuk bahwa hal tersebut merupakan sebab bagi
kemenangan”
Terkait pentingnya berdzikir sekaligus berdoa, beliau menyatakan:
"Di dalam perintah banyak
menyebut Allah SWT di waktu paling sempit yaitu waktu berkecamuknya perang
merupakan dalil yang jelas bahwa sepatutnya muslim banyak berdzikir di setiap
keadaan, lebih lebih lagi saat kondisi sempit".
Imam Abu laits As-samarqandy dalam Bahrul Ulum menegaskan juga:
"Ingatlah Aku dalam
kelapangan ( sehat, lapang, kaya) maka Aku akan mengingatmu ketika ditimpa
musibah. Ingatlah kepadaku dalam kesempitan, maka Aku akan mengingatmu dengan
memberikan jalan keluar."
Ulama akherat ahli dzikir dan doa di tolong Allah SWT dari penguasa
kejam, beliau adalah imam Hasan Al-bashri dengan nama panggilan Abu Sa’id,
berikut ini potongan kisah beliau dalam kitab “Mereka adalah Para Tabi’in, Dr.
Abdurrahman Ra’fat Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009”.
Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak
sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk
sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa
itu secara terang-terangan.
Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota
Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan
mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di
mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan
mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa
yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu
banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya
yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan
adalah: “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan
kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah
daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa
yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj tahu bahwa penghuni langit telah
membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”.
Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang
mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti: “Cukup Wahai Abu Sa’id,
cukup.”
Namun Hasan al-Bashri berkata: “Wahai* saudaraku, Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada
manusia dan tak boleh menyembunyikannya.”
Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya
dengan memendam amarah dan berkata keras: “Celakalah kalian! Seorang dari
budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun
dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan
darahnya kepada kalian wahai para pengecut!”
Hajjaj lalu memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta
algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri. Dibawalah Hasan
al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu
nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus
dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu
berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang
muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah.
Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut.
Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di
sini wahai Abu Sa’id, silahkan..”. Seluruh yang hadir menjadi bengong dan
terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri
duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan
al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu
menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan
jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas. Merasa
cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda
benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan
al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri
berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan
yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus,
saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?”
Beliau berkata, (Aku. berdoa) :
يا ولي
نعمتي وملاذي عند كربتي
, اجعل نقمته برداً وسلاماً
علي كما جعلت النار
برداً وسلاما على إبراهيم..
“Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku
bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi
keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan
keselamatan bagi Ibrahim.”
Dengan doa yang terpanjatkan dari lisan seorang (ulama) yang senantiasa
berdzikir, seketika mampu mengubah niat dan kemampuan manusia yang berniat
jahat.
Inilah pelajaran sekaligus nasehat terbaik, agar kita tidak pernah
meninggalkan dzikir. Karena hakekat dzikir adalah pengagungan, pemujaan dan perendahan
diri di hadapan Dzat yang Agung.
Semoga kita semua dimampukan untuk menjadi ahli dzikir.
Berdasar kiriman whatsapp Umi AA (Sefter;
CHt Konselor Psiko Islam Spiritual Therapis; Tim Litbang HIMAPA; Founder HNM,
di Surabaya)