Minggu, 29 April 2018

Ahli Dzikir dan Doa


Oleh: Hisyam Hidayat (Pengasuh Ponpes BIMA Nganjuk, Konselor)

Mereka yang hidupnya diisi dengan dzikir dan doa di setiap keadaan, maka Allah tidak membiarkannya dalam kesusahan, kehinaan dan kehancuran. Allah SWT akan senantiasa memberikan pertolongan kepada mereka.

Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung" (Terj. QS.Al-anfal;45)

Terkait ayat ini, Imam As-sinqithy dalam Adwaa’ul Bayan menegaskan:
 “Allah SWT memerintahkan orang-orang Mukmin di dalam ayat ini agar teguh hati saat bertemu musuh dan banyak mengingat Allah sebagai petunjuk bahwa hal tersebut merupakan sebab bagi kemenangan”

Terkait pentingnya berdzikir sekaligus berdoa, beliau menyatakan:
 "Di dalam perintah banyak menyebut Allah SWT di waktu paling sempit yaitu waktu berkecamuknya perang merupakan dalil yang jelas bahwa sepatutnya muslim banyak berdzikir di setiap keadaan, lebih lebih lagi saat kondisi sempit".

Imam Abu laits As-samarqandy dalam Bahrul Ulum menegaskan juga:
 "Ingatlah Aku dalam kelapangan ( sehat, lapang, kaya) maka Aku akan mengingatmu ketika ditimpa musibah. Ingatlah kepadaku dalam kesempitan, maka Aku akan mengingatmu dengan memberikan jalan keluar."

Ulama akherat ahli dzikir dan doa di tolong Allah SWT dari penguasa kejam, beliau adalah imam Hasan Al-bashri dengan nama panggilan Abu Sa’id, berikut ini potongan kisah beliau dalam kitab “Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009”.

Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa itu secara terang-terangan.

Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah: “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj tahu bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”.

Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti: “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup.”

Namun Hasan al-Bashri berkata: “Wahai* saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.”

Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras: “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!”

Hajjaj lalu memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri. Dibawalah Hasan al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah.

Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di sini wahai Abu  Sa’id, silahkan..”. Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas. Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.

Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?” Beliau berkata, (Aku. berdoa) :
    يا ولي نعمتي وملاذي عند كربتي , اجعل نقمته برداً وسلاماً علي كما جعلت النار برداً وسلاما على إبراهيم..

Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”

Dengan doa yang terpanjatkan dari lisan seorang (ulama) yang senantiasa berdzikir, seketika mampu mengubah niat dan kemampuan manusia yang berniat jahat.
Inilah pelajaran sekaligus nasehat terbaik, agar kita tidak pernah meninggalkan dzikir. Karena hakekat dzikir adalah pengagungan, pemujaan dan perendahan diri di hadapan Dzat yang Agung.

Semoga kita semua dimampukan untuk menjadi ahli dzikir.

Berdasar kiriman whatsapp Umi AA (Sefter; CHt Konselor Psiko Islam Spiritual Therapis; Tim Litbang HIMAPA; Founder HNM, di Surabaya)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar